PERHATIAN

Web ini sedang dalam proses pengerjaan. Segala masukan dan info bisa disampaikan ke email: agahsoju@gmail.com

Sabtu, 25 Juni 2011

Maria Goreti Tamen: Menolak Rayuan dan Godaan

HIDUP/Sylvia Marsidi
Kepada Maria Goreti Tamen, Pastor Sabinus Amir Pr mengatakan, “Maria, kasihan ibu-ibu ini. Tolong, ingatkan mereka agar tidak terpengaruh.”

Waktu itu, Maria Goreti sedang menjalani masa reses sebagai anggota DPD RI. Sabinus adalah pastor di Paroki Maria Ratu Damai Semesta, Tempunak, Sintang, Kalimantan Barat. Ia mengatakan itu, karena para ibu sangat tergila-gila pada salah satu iklan yang memuja-muja cara memasak secara modern.

“Saya kaget, karena serangan iklan begitu kuat di sana. Para ibu di sana demam barang-barang yang tidak terlalu fungsional. Meski mahal, mereka ada yang bersedia kredit. Padahal, cara masak di sana masih ada yang tradisional,” ujarnya mengungkapkan betapa kapitalisme menghancurkan kehidupan tradisional.

Maria Goreti, yang akrab disapa Yetie, melihat bagaimana iklan dianggap sebagai satu-satunya kebenaran. Orang lebih percaya pada iklan daripada khotbah di gereja atau ajaran guru di kelas, termasuk umat Katolik.

Orang Kalimantan, menurut Yetie, gelisah akan situasi hidup saat ini. “Dan saya diminta menjelaskan mengenai bagaimana hidup bersih, tidak harus mewah, soal pendidikan, kesehatan, dan saat ini yang sedang gencar-gencarnya, soal lingkungan.”

Anggota DPD-RI 2009-2014, yang duduk di Komite III, ini juga melihat bahwa pendidikan bagi anak-anak pedalaman sungguh menyedihkan. Selain fasilitas kelas, yang lebih memprihatinkannya adalah seberapa jauh manfaat pendidikan bagi anak-anak pedalaman Kalimantan Barat (Kalbar).

“Kami sudah berkali-kali mengatakan kepada pemerintah, bahwa Ujian Nasional (UN) tidak mencerminkan situasi anak yang sesungguhnya. Soal UN ini, DPD RI sebetulnya tidak setuju. Alasannya, di samping pemborosan, adalah infrastruktur sekolah itu sebetulnya tidak standar. Pemerintah bisa saja bilang, perlu memetakan standar masing-masing provinsi. Tapi, kasihan anak-anak ini. Mereka belajar kurang lebih tiga tahun, tapi ditentukan nasibnya dalam waktu hanya dua jam. Sebenarnya DPD mengusulkan ujian disesuaikan situasi dan kondisi masing-masing anak di tempatnya.”

Yetie juga melihat, alokasi anggaran dari pemerintah tidak sesuai dengan luas wilayah. Menurutnya, Kalbar merupakan provinsi keempat terluas, tapi tingkat Indeks Pembangunan Manusianya rendah. “Mestinya provinsi ini mendapat APBN lebih banyak, dan harus dialokasikan ke pendidikan.”

Menurut Yetie, kini warga Kalbar semakin tidak percaya pada kinerja anggota DPR. Dan, mereka menyambut baik DPD. Yetie pun sering menerima warga Kalbar yang tidak puas dan ingin mengadukan masalah ke tingkat nasional. “Beberapa konflik di masyarakat yang dihindari DPR, sekarang bisa didengarkan melalui DPD,” demikian Yetie yang saat ini sedang membantu kelompok masyarakat yang memprotes perkebunan sawit. Mereka ingin demo di bundaran HI Jakarta, dan keinginan itu terpenuhi.

Tantangan

Dalam menjalankan pekerjaannya, Yetie mengungkapkan dirinya mengalami “pembunuhan karakter”. Di daerahnya, santer beredar kabar dirinya berganti keyakinan. Isu tersebut terdengar persis saat ia mengikuti Jalan Salib Pra-Paskah. Karena ayahnya adalah katekis yang sering menjadi tempat curhat, kabar miring itu pun membuat masyarakat heboh.

Yetie berkisah, puluhan kali ia dirayu dan digoda untuk “menyeberang” menjadi anggota DPR. Ketika pemilihan Bupati Landak, bahkan ada yang memintanya tampil untuk partai tertentu. Ia diminta datang ke KPU, dan akan dibayari untuk kampanye itu.

“Ada juga yang merayu-rayu saya untuk ikut partai tertentu. Saya masih muda, sementara dia sudah senior. Saya ‘kan perempuan, bisa-bisa dimanfaatkan, dinomorduakan, hanya untuk mencari suara. Makanya saya tanya pada hati saya. Saya benar-benar minta tuntunan Roh Kudus agar tidak jatuh,” tambahnya.

Sebagai orang yang peka pada kekuatan supranatural, Yetie sering merasakan ada yang mencobainya dengan kekuatan gaib. “Sebagai orang Katolik saya tidak percaya hal itu, tapi siapa tahu? Tapi, saya menyimpulkan bahwa yang saya yakini masih lebih kuat dari hal-hal seperti itu.”

Amunisi

Yetie memegang prinsip, “Saya ingin menjadi orang yang berada di satu tempat pada saat sesuatu dibuat. Itu saja.” Tentang hal ini, pemegang Kartini Award 2009 dari sebuah majalah Ibu Kota terkemuka ini menjelaskan, “Kalau saya membicarakan sesuatu, saya ingin ada di situ. Saya ingin tahu gosip yang beredar, dan saya ada di situ. Saya ingin bisa dibaca nasraninya, bisa dibaca perempuannya, bisa dibaca orang yang masih tertinggal seperti Kalbar. Saya ingin ada pada saat orang mengambil keputusan-keputusan menyangkut hal-hal itu.”

Prinsip itulah yang menjadi motivasi hingga ia menjadi anggota DPD-RI. Menyadari bahwa ia perlu dukungan agar tetap bisa berpegang pada motivasinya, ia mencari “amunisi” dari orang-orang yang ia anggap kompeten memberikan data yang akurat. “Saya mencari roh dari tokoh-tokoh Gereja.”

Ia pun seringkali didatangi orang-orang yang dengan senang hati memberinya amunisi pikiran untuk memperbaiki kehidupan masyarakat. Kata-kata seseorang yang memberinya amunisi, dan selalu diingatnya adalah: “Untuk memperbaiki Indonesia, kita harus memperkuat lembaga ini. Dan, memperkuat lembaga ini berarti memperkuat pribadi-pribadinya.”

Anggota DPD-RI berjumlah 132 orang. Yetie adalah satu dari delapan anggota DPD-RI yang Katolik. Ia pun aktif mengikuti Perayaan Ekaristi, yang diadakan secara rutin di kantornya

Sylvia Marsidi

Sumber: Majalah HIDUP Edisi No. 23 Tanggal 5 Juni 2011

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2011. agahsoju . All Rights Reserved
Home | Company Info | Contact Us | Privacy policy | Term of use | Widget | Site map
Design by Herdiansyah . Published by Borneo Templates